Kamis, 26 Mei 2011

Selama Otak Aktif, Cinta Tidak Akan Mati

Pasangan

Pasangan suami istri Bernstein rutin makan berdampingan, jalan bergandengan tangan serta selalu mengawali dan menutup hari dengan kata 'I Love You'. Apa yang membuat pasangan itu tetap romantis? Ternyata semuanya berawal dari otak.

Pasangan asal Sydney yang sudah menikah 18 tahun itu masih sama bergairahnya dengan saat pertama kali bertemu. Peneliti mencoba mencari tahu apa yang membuat pasangan tetap intensif dalam berhubungan dengan melakukan studi terhadap 16 pasangan dengan rata-rata usia perkawinan 20 tahun.

Dengan menggunakan alat MRI (Magnetic Resonance Imaging), peneliti dari Stony Brook University menemukan kesamaaan antara bagian otak pasangan yang sudah menikah bertahun-tahun dengan pasangan yang baru jatuh cinta. Ternyata bagian otak itu masih sama aktifnya, artinya cinta yang ada di otak tidak mati.

"Banyak yang berasumsi bahwa cinta akan berkurang dan habis dengan bertambahnya waktu, tapi para partisipan yang mengikuti survei ini membantahnya. Cinta tidak pernah mati bagi mereka," ujar psikolog dan ketua studi Arthur Aron, seperti dilansir Thirdage, Senin (14/12/2009).

Apa yang membedakan cinta yang lekang oleh waktu dan cinta yang bertahan lama?
Menurut Aron, kuncinya ada pada cara berpikir di otak. Pasangan harmonis selalu berpikiran ingin tampil menarik dan terbaik di depan pasangannya.

Dalam pertemuan tahunan Society for Neuroscience di Washington di Amerika dilaporkan bahwa faktor yang membuat cinta terus konsisten dalam sebuah hubungan ternyata adalah mindset di otak.

"Setelah melakukan scan pada otak pasangan yang harmonis, tidak ditemukan rasa cemas atau ketakutan berlebihan akan kehilangan pasangannya. Mereka justru punya sikap tergila-gila yang lebih rendah daripada pasangan lain yang kurang harmonis," jelas Profesor Bianca Acevedo dari Albert Einstein College of Medicine.

Peneliti justru menemukan bahwa sikap penghargaan dan motivasilah yang sangat aktif berkembang pada bagian otak para pasangan harmonis. "Bagian otak itu sama aktifnya saat seseorang menggunakan kokain, tapi berbeda dengan bagian otak yang berkaitan dengan rangsangan seksual," jelas Aron.

Keith Davis, profesor psikologi dari University of South Carolina mengatakan bahwa intensitas emosi adalah investasi yang paling besar dalam sebuah hubungan. Jadi jika ingin awet dalam menjalin cinta, jangan pernah andalkan faktor fisik atau dorongan seks semata.

"Pasangan yang tetap harmonis selalu merayakan kesuksesan bersama, melakukan hal baru bersama, mengomunikasikan segala sesuatu, saling menenangkan dan memotivasi. Itu kuncinya. Selama otak memprogram hal itu, cinta tidak akan pernah mati," kata Davis.

Studi ini bertolak belakang dengan studi sebelumnya yang dilakukan peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico. Peneliti mengatakan bahwa hormon cinta yang ada dalam otak manusia hanya bertahan selama 4 tahun, setelah itu yang ada hanya dorongan seks. Lalu mana yang benar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar